TEORI EKONOMI PEMBANGUNAN; TEORI NEOKLASIK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BARU

TEORI NEOKLASIK
A.           PENDAHULUAN
Terdapat banyak pemikiran teori pembangunan ekonomi yang didasarkan pada kebutuhan ekonomi yang selalu berubah. Teori-teori yang tercetus diantaranya adalah 1) Teori Tahapan Linear, 2) Model Perubahan Struktural, 3) Ketergantungan Internasional, 4) Neoklasik, dan 5) Teori Pertumbuhan yang Baru. Perkembangan teori ekonomi pembangunan ini dikarenakan adanya dampak negative atau kelemahan dari tiap-tiap teori. Pada pembahasan kali ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai teori neoklasik serta teori pertumbuhan baru.
B.            LATAR BELAKANG
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, munculnya teori-teori pembangunan ekonomi dikarenakan adanya kelemahan dari teori sebelumnya. Hal ini juga berlaku pada kasus munculnya teori neoklasik. Sebelum teori neoklasik muncul, teori ketergantungan internasional sudah mulai mendominasi. Namun teori ketergantungan memiliki dua kelemahan yang pokok. Pertama, teori ini tidak menjelaskan secara rinci baik secar aformal maupun informal mengenai apa yang harus dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk menyokong pembangunan. Kedua, pengalaman ekonomi negara-negara berkembang secara actual diikuti dengan pengkampanyean revolusi penasionalisasian industrinya yang akibantnya pemerintah akan mengalami kegagalan pasar. Akibat kelemahan teori ketergantunga internasional maka munculnya kontrarevolusi pasar bebas neoklasik pada decade 1980-an dan 1990-an.
C.           TANTANGAN BAGI PENDEKATAN STATIS: PASAR BEBAS, PILIHAN RASIONAL DAN RAMAH TERHADAP PASAR
Orientasi politik konservatif mulai daunt oleh pemerintahan negara Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Jerman (Barat) sejak awal dasawarsa 1980-an. Hal ini membawa dampak menghadirkan kembali apa yang disebut kontrarevolusi neoklasik. Kontrarevolusi ini berwujud aliran pemikiran makroekonomi yang lebih mementingkan sisi penawaran, teori rasional ekspetasi, gelombang swastanisasi perusahaan-perusahaan milik negara di negara-negara maju, sertamunculnya himbauan pemangkasan campur tangan pemerintah, dan regulasi terhadap aneka kegiatan ekonomi. Penyebab mudahnya teori kontrarevolusi neoklasik ini membumi adalah dikarenakan lemahnya peranan riil dari organisasi-organisasi perekonomian dunia.
Argument inti kotrarevolusi neoklasi menegaskan bahwa kondii keterbelakangan negara berkembang bersumber dari buruknya keseluruhan alokasi sumber daya yang selamaini bertumpu pada kebijakan-kebijakan pengaturan harga tidak tepat dan adanya campur tangan pemerintah yang berlebihan. Menurut para tokoh kontrarevolusi neoklasi seperti Lord Peter Bauer, Julian Simin, dan lain-lain, terbentuknya pasar bebas (free market) dapat menciptakan efisiensi serta pertumbuhan ekonomi akan terpacu menjadi lebih optimal. Selain itu mereka berargumen bahwa negara-negar berkembang berada dalam kondisi keterbelakangan yang permanen bukan dikarenakan oleh sifat predator Dunia Pertama maupun badan-badan internasional, melainkan karena korupsi an campur tangan pemerintah yang melebihi batas, inefisiensi, seta terbatasnya insentif di negara itu sendiri. Jadi, menurut pemikiran ini, campur tangan pemerintah dalam urusan-urusan ekonomi harus dibatasi  dan selanjutnya keputusan-keputusan ekonomi terpenting harus diserahkan kepada “keajaiban pasar” dan mekanisme “invisible hand
Tantangan neoklasik terhadap pembangunan yang ortodoks dapap dipilah menjadi tiga komponen, yakni:
1.        Pendekatan pasar bebas
Analisis pasar bebas (free market analysis) menyatakan bahwa pasar-pasar itu sendiri sudah dan selalu efisien. Digambarkan bahwa pasar selalu mampu berada pada posisi yang ideal sehingga intervensi pemerintah sama sekali tidak diperlukan. Para ahli ekonomi penganut pasar bebas cenderung mengasumsikan bahwa pasar-pasar di Dunia Ketiga juga efisien, dan kalupun ada kekurangan, itu tidak seberapa.
2.        Pendekatan pilihan rasional
Paham ini berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam urusan-urusan ekonomi selalu salah. Sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa pemerintah yang minimal adalah pemerintah yang terbaik[1].
3.        Pendekatan ramah terhadap pasar
Pendekatan ini dikembangkan oleh Bank Dunia dan para ekonomnya. Pendektan ini mengakui adanya berbagai kelemahan pasar baik pasar produk maupun pasar faktor, dan bahwa pemerintah memang perlu menjalankan perak aktif perekonomian khususnya untuk memperbaiki ketidaksempurnaan pasar tersebut. Yang ditekankan oleh pendekatan ini adalah intervensi pemerintah haruslah bersifat “Nonselektif” atau ramah terhadap mekanisme pasar. Contoh intervensi yang dianjurkan adalah melakukan intervensi infrastruktur fisik dan sosial.
D.           TEORI PERTUMBUHAN NEOKLASIK TRADISIONAL (“LAMA”)
Pijakan berikutnya pada pasar bebas neoklasik adalah keyakinan bahwa liberalisasi pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, sehingga dengan sendirinya hal itu akan memacu tingkat akumulasi modal. Hal ini lambat laun akan meningktkan rasio modal-tenaga kerja dan pendapatn perkapita.
Model neoklasik Solow merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar, dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu teknologi. Perbedaan konsep Solow dengan Harrod-Domar terlatak pada konsep skala hasil yang terus berkurang dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah. Dalam bentuk yang lebih formal, moel pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni: Y = AeµtKaL1-a.
Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional (lama), pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor: 1) Kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja, 2) Penambahan modal, dan 3) Penyempurnaan teknologi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa perekonomian yang tertutup pasti mengalami laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan perekonomian lainnya yang memiliki tingkat tabungan lebih tinggi. Di lain pihak, perekonomian terbuka pasti akan mengalami suatu konvergensi peningkatan pendapatan perkapita.
E.            BEBERAPA KESIMPULAN DAN IMPLIKASINYA
Apa sebenarnya maksud aliran kontrarevolui neoklasik? Bila hanya sekedar diukur brdasarkan kriteria efisiensi, memang tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai mekanisme alokasi sumber daya, pasar bebas lebih unggul daripada intervensi pemerintah. Namun erlu diingat bahwa struktur dan organisasi ekonomi di negara berkembang tidak sama dengan perekonomian negara-negara barat semisal pasar-pasar yang kompetitif tidak ditemui di negara-negara berkembang.
Banyak sekali komponen dari teori neoklasik yang harus dipelajari dan direvisi agar dapat diterapkan di negara-negara berkembang. Kita harus benar-benar selektif dalam memilih perangkat analisis yang ditawarkan oleh teori neoklasik dalam rangka mengkaji berbagai permaslaahan khas negara berkembang seperti perteumbuhan penduduk yang terlalu cepat, stagnasi sektor pertanian, kebijakan ekonomi, dan swastanisasi ekonomi. Yang dibutuhkan tidak hanya pemecahan secara ideologis, melainkan penilaian secara cermat atas situasi yang ada di masing-masing negara berkembang, tidak pukul rata. Oleh karena itu, para ahli ekonom pembangunan harus mampu membedakan antara teori neoklasik buku teks dan fakta kelembagaan atau politik di negara-negara berkembang dewasa ini.

TEORI PERTUMBUHAN YANG BARU

A.           MOTIVASI UNTUK MEMUNCULKAN TEORI PERTUMBUHAN YANG BARU
Lemahnya kinerja teori neoklasik dalam melacak sumber-sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang menimbulkan rasa tidak puas terhadap teori-teori tradisional tersebut.  Jika disimak lebih teliti, kepustakan tradisional lebih banyak memberikan perhatian pada proses-prosen dinamis yang memungkinkan rasio-rasio modal-tenaga kerja mencapai tingkat ekuilibriumjangka panjang. Tanpa adanya “kejutan-kejutan” eksternal berupa kemajuan teknologi. Oleh karena itu, peningkatan GNP perkapita dipandang suatu fenomena yang bersifat sementara. Tidak mengherankan apabila kelompok teori ini gagal menyajikan penjelasan yang memuaskan mengenai terus melajunya pertumbuhan ekonomi dunia.
Setiap kenaikan GNP yang tidak bersumber dari penyesuaian jangka pendek atas stok modal atau tenaga kerja dimasukkan ke dalam kategori residu Solow. Meskipun namanya terkesan remeh, namun peningkatan GNP residu ini menyumbang 50 persen pertumbuhan ekonomi sepanjang sejarah negara-negara industri maju[2]. Teori neoklasik berpendapat bahwasannya pertumbuhan ekonomi bersumber pad hal-hal yang bersifat “endogen” atau proses-proses kemajuan teknologi yang sepenuhnya independen. Pendapat tersebut diliputi oleh dua kelemahan. Pertama, kita tidak mungkin menganalisis berbagai faktor penyebab kemajuan teknologi karena hal itu terlanjur terpisah sama sekali dari keputusan para pelaku ekonomi. Adapun yang kedua, teori gagal menjelaskan perbedaan yang begitu mencolok atas residu pertumbuhan di antara egara-negara yang tingkat kemajuan teknologinya setara.
Kekecewaan terhadap keterbatasan model-model pertumbuhan ekonomi neoklasik tradisional memuncak denan terjadinya krisis utang internasional yang sangat memukul negara-negara berkembang. Menurut teori neoklasik, rendahnya rasio modal-tenaga kerja menjanjikan tingkat pengembalian investasi yang sangat tinggi. Hal ini akan memacu kegiatan investasi, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki dtandar hidup masyarakat keseluruhan. Namun pada kenyataan, pertumbuhan di negara-negara berkembang tetap saja berjalan lambat atau bahkan macet sama sekali. Mereka juga agal menarik penanaman modal asing, dan justru mengalami masalah pelarian modal (capital flight) dari dalam negeri. Perilaku yang aneh atas arus-arus pemodalan Duni Ketiga menjadi sumber rangsangan bagi kemunculan pendekatan pemikiran baru yaitu konsep pertumbuhan endogen atau secara sederhana disebut teoripertumbuhan baru. Teori pertumbuhan yang baru ini merupakan komponen kunci dalam teori-teori pembangunan[3].
B.            PERTUMBUHAN ENDOGEN
Kontras dengan teori neoklasik tradisional, model-model pertumbuhan endogen manyatakan bahwa pertumbuhan GNP merupaka suatu konsekuensi alamiah atas adanya ekuilibrium janga panjang. Motivasi pokok tumbuhnya teori baru ini adalah untuk menjelaskan ketimpangan pertumbuhan ekonomi antarnegara dan mengapa konsep pertumbuhan itu sendiri sedemikian penting. Modal pertumbuhan ekonomi endogen menyatakn bahwa hasil investasi akan jauh lebih tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Model ini juga memberikan perhatian besar pada peranan eksternalitas dalam penentuan tingkat hasil investasi pemodalan[4].
Cara untuk membandingkan pendekatan pertumbuhan endogen (baru) dengan teorineoklasik (lama) adalah dengan menjadikan teori pertumbuhan endogen menjadi sebuah persamaan sederhana; Y = AK. A mewakili setiap faktor yang mempengaruhi teknologi.
Bertolak dari model ini, kita dapat mengetahui bahwa potensi keuntungan investasi yang tinggi di negara-negara berkembang yang rasio modal-tenaga kerjanya masih rendah, ternyata terkikis oleh rendahnya tingkat investasi komplementer dalam modal atau SDM[5]. Selanjtnya negara-negara miskin juga tak banyak mendapatkan manfaat dari keuntungan-keuntungan sosial lebih luas yang muncul dari penyediaan modal untuk menggarap bidang-bidang tersebut.
Model pertumbuhan endogen melihat perubahan teknologi sebagai hasil endogen dari investasi dalam SDM dan industri-industri padat teknologi, baik itu yang dilakukan pihak swasta maupun pemerintah. Dengan demikian, model pertumbuhan endogen mengakui keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam mengelola perekonomian.
C.           KRITIK TERHADAP TEORI PERTUMBUHAN YANG BARU
Ada satu kelemahan mencolok dalam teori pertumbuhan baru, yaitu ketergantungan kepada sejumlah asumsi neoklasik tradisional yang sebenarnya sudah jelas terbukti tidak cocok untuk diterapkan kepada negara-negara berkembang. Struktur insentif yang buruk di negara berkembang tidak memungkinkan terciptanya akumulasi tabungan dan investasi yang tinggi. Yang terakhir serangkaian studi empiris terhadap nilai atau bobot prediktif tori-teori pertumbuhan endogen berkesimpulan bahwa teori-teori itu tidak mampu memberikan prediksi yang cukup akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Michael P. Todaro. 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga edisi keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga




[1] Kajian yang bermutu tentang teori pilihan public termuat dalam Merilee S. Grindle dan John W. Thomas, Public Choice and Public Policy Change: The Political Economy of Reform in Developing Countries (Baltimore: John Hopkins University Press, 1991). Artikel klasik mengenai topic ini adalah karya pemenang Hadiah Nobel, James M. Buchanan, “Social Choice, Democracy, and Free Market”, Journal of Political Economy 62 (April 1954) , halaman 114-123. Untuk kritiknya, silahkan simak PaulP. Streeten, “Market and State: Against Minimalism”, World Development 21 (Agustus, 1993), hal. 1281-1298; seta Amartya Sen, “Rationality and Social Choice”, American Economics Review 85 (Maret 1995), hal. 1-24
[2] Lihatlah buku Oliver J. Blanchard dan Stanley Fischer, Lectures on Macroeconomics (Cambridge, Massachusetts: MIT Press, 1989)
[3] Sebenarnya, teori pertumbuhan yang baru hanya menonjolkan satu komponen saja (meskipun barang kali itulah komponen yang paling banyak dibicarakan) dari rangkaian pemikiran yang tengah berkembang menjadi pendekatan besar mengenai pembangunan kelima yang paling baru, berjangkauan lebih luas, lebih selektif, dan lebih pragmatis. Komponen-komponen penting lainnya dari paradigma baru yang naik daun ini antara lain adalah teori baru tentang dinamika perdagangan Utara-Selatan yang diwarnai dengan persaingan tak sempurna, analisis SDM yang baru saja bangkit kembali setelah terkubur selama sekian lama, serta cabang baru ilmu ekonomi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Ada dua tema pokok yang mempertautkan bidang-bidang studi tersebut, yaitu perlunya pembatas operasi pasar bebas dan pentingnya peranan komplementer yang dapat dimainkan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi. Dengan demikian, teori pertumbuhan ekonomi yang baru beserta bidang-bidang studi tersebut muncul sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pemikiran dasar kontrarevolusi neoklasik.
[4] Bagi anda yang ingin mengetahui sejarah singkat evolusi model-model teoretis mengenai pertumbuhan ekonomi, silahkan lihat artikel Nicholas Stern, “The Determinants of Growth”, Economic Journal 101 (Januari 1991) . sedangkan untuk mendapatkan uraian yang lebih rinci dan teknis mengenai model-model pertumbuhan endogen, silahkan simak tulisan dari Xavier Sala-I Martin, “Lecture Notes on Economic Growth”, I dan II, National Bereau for Economic Research Working Paper 3263 dan 3564 (Desember 1990), serta artikel Elhanan Helpman, “Endogenous Macroeconomic Growth Theory”, European Economic Review 36 (April 1992).
[5] Ibid. lihat pula artikel-artikel Paul M. Romer, “Increasing Return and Long-run Growth”, Journal of Political Economy 94 (1986); hal. 1002-1037; Robert B. Lucas, “On the Mechanics of Economic Development’, Journal of Monetary Economic 22 (Juni 1988), hal. 2 -42; serta Robert Barro, “Government Spending in A Simple Model og Endogenous Growth”, Journal of Political Economic 98 (1990).

Komentar

Postingan Populer