Dana Zakat dan Dana Kebajikan di Perbankan Syariah
Kebangkitan Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
mulai terasa gelagatnya saat Bank Muammalat Indonesia (BMI) berdiri pada 1992.
Padahal sejak tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memulai prakarsa
khusus untuk mendirikan bank syariah[1].
Sebagai lembaga keuangan pada umumnya, LKS
pun dalam praktiknya menghasilkan berbagai laporan keuangan. Laporan keuangan
syariah merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dari kinerja
keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan dari pembuatan laporan keuangan
diantaranya, yakni:
1.
Memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas entitias syariah yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan
2.
Menunjukkan pertanggungjawaban manajemen
atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan.[2]
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka laporan keuangan menyajikan
informasi mengenai entitas syariah yang meliputi:
a.
Aset,
b.
Kewajiban,
c.
Dana syirkah temporer,
d.
Ekuitas,
e.
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan
dan kerugian,
f.
Arus kas,
g.
Dana zakat, dan
h.
Dana kebajikan.
Secara kasat mata, dapat kita lihat beberapa informasi yang sejenis
dengan perbankan konvensional (selanjutnya akan disebut sebagai perbankan
modern) diantaranya adalah aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban
termasuk keuntungan dan kerugian, serta arus kas. Pembeda antara bank modern
dan bank Islam terletak pada dana syirkah temporer, dana zakat, dan dana
kebajikan. Dana zakat serta dana kebajikan merupaka komponen laporan keuangan
yang mencerminkan kegiatan sosial bank Islam.
Dari segi bahasa, zakat berasal dari kata zaka-yakzu-zaka-an atau
zakiya-yakza-zakan yang berarti suci, bersih, tumbuh, berkembang, bertambah,
dan berkah, namun sering diartikan menyucikan atau membersihkan. Secara
terminologi, zakat berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan
Allah S.W.T dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada
orang-orang yang berhak. Di dalam PSAK No. 101, zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq).
Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang
memenuhi kriteria wajib zakat.
Sesuai dengan PSAK No. 101 sumber dana zakat berasal dari dalam dan
pihak luar bank Islam. Sumber dana zakat dari dalam bank berasar dari zakat
bank dan zakat pegawai bank Islam. Zakat pegawai berasal dari zakat penghasilan
pegawai yang disisihkan dari gaji pegawai.
Dana Kebajikan adalah dana yang di dapat dari dana sumbangan
baik dari internal maupun eksternal. Dana yang berasal dari internal
berupa pengembalian dana kebajikan produktif, denda dan pendapatan non-halal
sedangkan dana yang bersal dari eksternal berupa infaq, shadaqah, hasil
pengelolaan wakaf. Dana kebajikan disalurkan dalam bentuk akad qard dan qard al
hasan dimana kedua akad ini disalurkan dengan tujuan sosial.
Komponen-komponen
yang terdapat pada Laporan Sumber dan Penggunaan Dana kebajikan antara lain:
1.
Sumber
dana kebajikan yang berasal dari
a.
Denda
b.
Sumbangan/hibah
c.
Pendapatan
non halal
d.
Dana
sosial lainnya
2.
Penggunaan
sumber dana kebajikan yang disalurkan melalui BAZNAZ
3.
Jumlah
dana kebajikan
4.
Keuntungan/kerugian
selisih kurs
5.
Saldo
awal dana kebajikan
6.
Saldo
akhir dana kebajikan
Lantas bagaimanakah pendistribusian dari dana sosial ini? Berdasarkan
data yang diperoleh penulis melalaui berbagai sumber, porsi distribusi dana
sosial bank Islam tergolong masih sangat minim. Pada 2015 besar pembiayaan
qardhul hasan di bank syariah nasional mencapai
Rp 10,6 triliun atau sekitar 1,85 persen dari total pembiayaan syariah.
Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya 2014 yang mencapai Rp 11,46 triliun
(3,2 persen). Rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir, pembiayaan qardhul hasan
pernah mencapai hampir tujuh persen dari total pembiayaan pada 2010.[3]
Walaupun sampai saat ini belum ada tolak ukur batas minimal pembiayaan
sosial bank Islam, namun bila melihat turunnya presentase dana sosial perlu
dijadikan pembahasan lebih lanjut. Mengingat berdirinya bank Islam menjadi
harapan penguatan pembiayaan sosial. Semakin besar nilai dana sosial dapat
menggambarkan semakin suksesnya bank Islam di suatu negara apa lagi di negara
yang mayoritas rakyatnya adalah muslim.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafii. 2017. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani
Hamidi, M.
Lutfi. Bank Syariah Asosial?. (2016, Oktober 31). Diakses pada 25 Februari
2018 pukul 20.00. http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/10/31/ofwb87-bank-syariah-asosial
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Juni. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia
[1]
Antonio, Muhammad Syafii. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani. 2017)
[2]
PSAK No 101
[3]
M Luthfi Hamidi. Bank
Syariah, Asosial?. (Republika. 2016)
Komentar
Posting Komentar