Time Value of Money dalam Transaksi Syariah
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan lembaga yang
berkecimpung di bidang keuangan berlandaskan nilai-nilai syariah. Dalam
pelaksanaannya, LKS melakukan transaksi-transaksi yang harus memenuhi paradigma
dan asas transaksi syariah. Karakterisitik dan persyaratan transaksi yang boleh
dilakukan oleh LKS adalah antara lain:
1.
transaksi hanya dilakukan berdasarkan
prinsip saling paham dan saling ridho,
2.
prinsip kebebasan bertransaksi diakui
sepanjang objeknya halal dan baik,
3.
uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan
satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas,
4.
tidak mengandung unsur riba,
5.
tidak
mengandung unsur kezaliman,
6.
tidak mengandung unsur maysir (judi),
7.
tidak mengandung unsur gharar (ketidakpastian),
8.
tidak mengandung unsur haram,
9.
tidak mengandung unsur nilai waktu dari
uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan
usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai
dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi,
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
serta untuk keuntunga semua pihak sehingga tidak diperkenankan menggunakan
standar ganda untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan
yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad,
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan, maupun melalui
rekayasa penawaran,
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap-menyuap. (Nurhayati &
Warsilah: 2015)
karakteristik
transaksi yang digunakan oleh LKS merupakan salah satu bentuk pengaplikasian
prisip-prinsip syariah. Terdapat karakteristik yang secara gamblang dapat
diketahui oleh masyarakat umum namun terdapat beberapan karakteristik yangs
usah dipahami, seperti karakterikstik kesembilan. Maka dari itu secara khusus
penulis akan berusaha untuk menjelaskan mengapa Islam tidak menganut sistem time
value of money seperti kebanyakan ekonomi modern yang berlangsung saat ini.
Dalam eonomi
modern time value of money didefiniskan sebagai
“A dollar
today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be
invested to get a return”[1].
Konsep time
value of money atau yang di sebut ekonom sebagai positive time preference
menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi dibanding nilainya
di masa lalu. Konsep yang dikembangkan Von Bhom-Bawerk dalam Capital and
Interest dan Positive Theory of Capital memang menyebutkan bahwa positive time
preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional.
Diskonto dalam positive time preference ini biasanya di dasarkan pada tingkat
bunga (interest rate). Sehingga bunga berfungsi sebagai alat ukur dalam
penentuan nilai waktu modal dan investasi.[2]
Konsep Time
Value of Money pada dasarnya lahir dari adanya ekses (pengadopsian) kajian
biologi dalam bidang kajian ekonomi, di mana
konsep ini muncul karena adanya anggapan bahwa uang disamakan dengan
barang yang hidup (sel hidup) yang dapat menjadi lebih besar dan berkembang
seiring berjalannya waktu.[3]
Pemikiran
adanya pertumbuhan populasi dalam uang merupakan suatu kekeliruan.karena uang
bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan sendirinya.
Konsep ini
dikritiki oleh para ekonom Islam karena setiap investasi memiliki siklus yang
naik-turun. Tidak dapat dipastikan bahwa akan selalu memperoleh hasil yang
postif, bisa jadi memiliki hasil yan negative. Bila ekonom modern memperhatikan
gejala inflasi, maka seharusnya tidak mereka juga memperhatikan gejala deflasi
yag mungkin terjadi.
Selain itu Pandangan
ekonomi modern terhadap adanya nilai waktu dari uang dapat membuat investor
mempunyai kesempatan menyimpan uang yang diterima sekarang dalam suatu bentuk
investasi dan mendapatkan bunga (interest). Dengan adanya kepastian arus
kas, tingkat bunga dapat digunakan untuk menyatakan nilai waktu dari
uang. Tingkat bunga memungkinkan untuk menyesuaikan nilai arus kas yang
diterima atau dibayarkan pada waktu tertentu ke suatu waktu yang berbeda. Akan
tetapi teori bunga merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam.
Prinsip time
value of money tidak dibenarkan karena dengan adanya pemikiran seperti ini
akan membawa kreditur memberikan bunga kepada debitur tanpa mempertimbangkan
resiko yang akan dihadapi oleh debitur. Adanya perkembangan uang disini
mengakibatkan al ghumu bi ghurmi (mendapatkan hasil tanpa mengeluarkan
resiko), dan al kharaj bi la dhama (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan
biaya). Dalam Islam bekerja merupakan cara untuk memperoleh sesuatu. Maka dari
itu segala sesuatu perlu diusahakan.
Adanya persepsi yang salah dari time value of
money, maka transaksi syariah tidak
diperbolehkan menganut prinsip tersebut. Sebagai gantinya, LKS dapat
memberlakukan prinsip economic value of time. Economic value of time
adalah suatu konsep bahwa waktu itu memiliki nilai ekonomis. Faktor nilai
ekonomis waktu ini ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat memanfaatkan waktu
itu. Konsekuensinya, semakin efektif (tepat guna) dan efesien (tepat cara),
maka semakin tinggi nilai waktunya, dan ini merupakan sunnatullah. “Siapa yang
lebih rajin dia akan lebih banyak mendapatkan hasilnya”. Singkatnya waktulah
yang memiliki nilai ekonomi bukan uang yang memiliki nilai waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Achsien, Inggi H. 2000. INVESTASI SYARIAH
DI PASAR MODAL. Jakarta: Gramedia. Aswath Damondaran. 2001. Coorporate Finance: Theory and Practice 2nd
ed, New York: John Wiley & Sons
Faradilla, Hanitya. (2016, Oktober 9). “PANDANGAN
EKONOMI ISLAM TERHADAP TIME VALUE OF MONEY”. Diakses pada 18 Februari 2018 pukul 08:04 http://fsi-febui.com/pandangan-ekonomi-islam-terhadap-time-value-money/
Karim, Adiwarman A. 2007. EKONOMI MAKRO
ISLAMI. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja
Grafido Persada.
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah
(Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2003),
Rahmawati, Naily. n.d. “KONSEP TIME VALUE
OF MONEY PERSPEKTIF ISLAM”. Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram
[1]
Lihat misalnya Aswath
Damondaran (2001), Coorporate Finance: Theory and Practice 2nd
ed, New York: John Wiley & Sons
[2]
Iggi H. Achsien, Investasi Syariah … hal. 45. Lihat juga, Drs. R Agus Sartomo,
Manajemen Keuangan (Yogyakarta: BPFE, 2001) hal. 45
[3]
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2003), hal. 47
Komentar
Posting Komentar