Mengapa Memilih Lembaga Keuangan Syariah



Lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari Bank dan non-Bank (Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana, Pasar Modal, BPRS, dan BMT). Awal mula perkembanan lembaga keuangan syariah di Indonesia secara formal terjadi pada 1992 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Walaupun tidak secara eksplisit tertulis tentang konsep perbankan Islam, namun tertulis “konsep bagi hasil” yang sesuai dengan karakteristik perbankan syariah.
Dalam menjalankan sistem operasionalya. lembaga keuangan syariah memiliki beberapa karakteristik menonjol yang dapat membedakan diri dengan lembaga keuangan konvensional. Perbedaan tersebut adalah (1) sistem bagi hasil, (2) riba, dan (3) penunggakan pembayaran utang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menurut saya mejadi bahan pertimbangan mengapa memilih lembaga keuangan syariah. 
Sistem bagi hasil merupakan salah satu perwujudan dari nilai keadilan yang ingin dipraktikkan dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sistem bagi hasil terjadi di segala kondisi, baik pada saat untung maupun rugi. Sehingga dalam operasinya tidak hanya debitur yang rugi saat terjadi kerugian melainkan kerugian ditanggung oleh seluruh pihak. Prinsip keadilan ini tidak nampak pada lembaga keuangan konvensional. Bila terjadi kerugian hanya debiturlah yang mengalami kerugian. Bahkan dalam keadaan rugi, debitur masih harus membayar sejumlah uang sesuai besaran persentase dana yang diserahkan oleh kreditur.
Prinsip lain yang dijalankan oleh lembaga keuangan syariah ialah kemitraan. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan. Di masa milenial ini, masyarakat kebanyakan beranggapan bahwa pemberi modal memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan penggerak usaha. Jasa tenaga dianggap lebih rendah dibanding jasa modal. Padahal tanpa adanya tenaga kerja, modal tidak berarti apa-apa. Inilah bukti bahwa posisi nasabah investor dan pengguna dana adalah sederajat.
Prinsip ketiga yang dipegang adalah transparansi. Tak berbeda jauh dengan lembaga keuangan konvensional, keterbukaan terhadap laporan keuangan yang berkesinambungan sangat diperlukan dalam perekonomian. Dengan adanya transparansi maka akan meminimalisir adanya informasi tak sempurna di pasar uang yang berdampak timbulnya kegagalan pasar.
Prinsip terakhir yang dipertahankan adalah prinsip universal. Prinsip ini berarti tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Mengingat banyaknya prinsip yang memudahkan serta menciptakan keharmonisan dalam kehidupan tentu sudah menjadi salah satu hal yang mendorong kita untuk menggunakan lembaga keuangan syariah sebagai pilihan bermuamalah. Nilai-nilai prinsip yang tidak menyekatkan pihak satu dengan pihak lain ini tidak hanya untuk masyarakat muslim saja, buktinya sudah ada banyak contoh lembaga keuangan syariah yang berdiri di negara bukan mayoritas muslim. Ini membuktikan prinsip-prinsip yang dijunjung oleh lembaga keuangan syariah cocok digunakan oleh seluruh umat.


DAFTAR PUSTAKA
Case,Karl E dan Fair, Ray C. 2007. Principal Economics. Eighth Edition, Pearson Education, Inc. New Jersey. Terjemahan Y. Andri Zaimur. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Edisi kedelapan. Jakarta: Penerit Erlangga
Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad. 2010. Lembaga Keugan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana
Mengenal Konsep dan Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah. (2017, Oktober 23). Diakses pada 11 Februari 2018 dari https://darulmumtaz.com/mengenal-konsep-dan-jenis-jenis-lembaga-keuangan-syariah/

Komentar

Postingan Populer